Teori Belajar Koneksionisme

Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
Eksperimen Thorndike ini menggunakan kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.

Dari percobaan tersebut, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut:
1. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
2. Hukum Latihan (Law of Practice)
Makin sering suatu pelajaran diulangi, dipelajari dan dilatih, makin dikuasailah pelajaran tersebut. Sebaliknya, jika suatu pelajaran makin jarang diulangi dan dipelajari, maka pelajaran tersebut makin tidak dapat dikuasai.
Hukum latihan ini terdiri dari:
a. Hukum penggunaan (the law of use): dengan latihan berulang-ulang, maka hubungan stimulus dan respon makin kuat.
b. Hukum tidak ada penggunaan (the law of disuse): bahwa hubungan antara stimulus dan respon melemah bila latihan dihentikan.
3. Hukum Akibat (Law of Effect)
Kuat lemahanya hubungan antara stimulus dan respon tergantung pada akibat yang ditimbulkannya. Apabila respon yang diberikan seseorang mendatangkan kesenangan, maka respon tersebut akan dipertahankan dan diulang. Sebaliknya, apabila respon yang diberikan menghasilkan ketidaksenangan, maka respon itu akan dihentikan atau tidak diulang.
“Lima Hukum Tambahan Thorndike”. :
a) Multiple Response (reaksi yang bervariasi)
Melalui proses trial and error seseorang akan terus melakukan berbagai macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b) Set atau Attitude (hukum sikap)
Situasi dari dalam diri individu yang menetukan apakah sesuatu itu menyenangkan atau tidak bagi individu tersebut. Proses belajar berlangsung dengan baik bila situasi menyenangkan dan terganggu bila situasi tidak menyenangkan.
c) Partial Activity/Prepotency of Elements (prinsip aktivitas yang berat sebelah)
Manusia memberikan respon hanya pada aspek tertentu. Dalam belajar harus memperhatikan lingkungan yang sangat kompleks yang dapat memberi kesan berbeda untuk orang yang berbeda.
d) Prinsip Response by Analogy/ Transfer of Training
Manusia merespon situasi yang belum pernah dialami melalui pemindahan (transfer) unsur-unsur yang telah mereka kenal kepada situasi baru. Dikenal dengan theory of identical elements yang menyatakan bahwa makin banyak unsur yang identik, maka proses transfer semakin mudah.
e) Associative Shifting (perpindahan asosiasi)
Merupakan proses peralihan suatu situasi yang telah dikenal ke situasi yang belum dikenal secara bertahap, dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur-unsur (elemen) baru dan membuang unsur-unsur lama sedikit demi sedikit sehingga unsur baru dapat dikenal dengan mudah oleh individu.

Tinggalkan komentar